top of page

David Agustriawan: Biomedical Informatics, Meningkatkan Efektivitas Riset Kesehatan

David Agustriawan saat mempresentasikan papaernya di Hongkong (Foto: istimewa)

David Agustriawan, salah satu pelajar Indonesia di Taiwan, menorehkan prestasi membanggakan. Melalui study sillico (simulasi komputer), David meneliti epigenetik (perubahan ekspresi gen) kanker berdasarkan data DNA methylation, miRNA dan ekspresi gen dengan meta-analysis computation. Penelitiannya tersebut mendapat penghargaan Certificate of Merit (Student) for The 2016 IAENG International Conference on Bioinformatics, yang digelar di Hongkong, 16-18 Maret lalu setelah bersaing dengan 500 paper yang lain.


Mahasiswa doktoral program Biomedical and Medical Engineering, Asia University ini mengaku senang karena idenya tentang desain epigenetik yang diregulasi jalur miRNA pada kanker dapat diterima reviewer. “Alhamdulillah, pada konferensi tersebut, dari sekitar 500 paper yang masuk, hanya 200-an paper yang diterima dan mendapat penghargaan, paper kami adalah salah satunya. Artinya konsep desain epigenetic regulated miRNA pathway pada kanker yang kami tawarkan dapat diterima,” papar David.


Dalam penelitian tersebut David berperan sebagai first author berkolaborasi dengan Ezra B. Wijaya, second authors Chien-Hung Huang dan Erwandy Lim, serta corresponding authors I-Chin Hsueh, Nilubon Kurubanjerdjit, Ke-Rung Tzeng, dan Ka-Lok Ng.

Database DNA methylation dan ekspresi miRNA yang dibuat David dan tim berkontribusi dalam mengidentifikasi dua kemungkinan mekanisme regulasi epigenetik jalur miRNA yang dapat menyebabkan kanker, yaitu hypermethylation gen penekan tumor TGSs, dan hypomethylation onkogen (gen penyebab kanker) OCGs. Database tersebut menyediakan informasi mengenai potensi epigenetik kanker paru-paru dan ovarium. Ke depannya, David dan tim akan memasukkan tipe-tipe kanker yang lain ke dalam database.

Database tersebut kini telah dipublish pada http://ppi.bioinfo.asia.edu.tw/MethmiRbase. Dokter maupun peneliti bidang kesehatan lainnya dapat memanfaatkan database ini untuk meningkatkan efisiensi penelitian mereka.

Peneliti yang fokus pada Medical Informatics dan Computational Biology ini menjelaskan, pada kasus kanker, miRNA gen penekan tumor mengalami down-regulation (menurunnya jumlah reseptor) karena dihambat oleh hypermethylation DNA. Hal itu menyebabkan miRNA target gen penyebab kanker mengalami up-regulation (meningkatnya jumlah reseptor).


Hasil dari penelitian bioinformatics ini bisa dijadikan acuan dalam desain obat, seperti DNA methylation inhibition drugs. Pada kasus di atas, hypermethylation bisa dihambat sehingga miRNA gen penekan tumor bisa up-regulated dan menonaktifkan miRNA target gen penyebab kanker.


Biomedical informatics merupakan bidang baru dalam dunia kesehatan. Hal itulah yang menjadi salah satu motivasi David dalam menggelutinya, sesuai dengan karakternya yang suka belajar hal-hal baru. Penelitian di bidang ini sangat luas, dengan menggabungkan Computer Science, Biologi, dan Statistika. Banyak hal yang bisa dieksplor dengan biomedical informatics, seperti komorbiditas (adanya satu atau lebih penyakit di samping penyakit primer) dan motif ekspresi genetik suatu penyakit.


Dengan riset biomedical informatics kita bisa menganalisis faktor-faktor yang terkait dengan suatu penyakit, sehingga bisa menjadi pengetahuan bagi para dokter maupun peneliti kesehatan lainnya untuk mempersiapkan pencegahannya. Biomedical informatics bisa mempercepat riset bidang kesehatan, tanpa perlu meneliti satu persatu pasien, sehingga bisa mempercepat dan menekan biaya riset.

“Di sini kita bisa menggunakan data medical records-nya National Health Insurance (NHI) Taiwan untuk riset kesehatan. Misalnya meneliti efek obat pada pasien urinary tract cancer. Kita bisa lihat komorbiditas penyakitnya apa saja, dengan cara track medical records-nya pasien selama misal 5 sampai 10 tahun,” jelas pria kelahiran 25 Agustus 1986 ini.


Pria asal Palembang ini berharap Indonesia mulai membuat data medical record seperti di Taiwan dan negara-negara maju lainnya. “Di Indonesia, saya rasa belum ada data medical record, dan riset bioinformatics belum populer. Padahal negara-negara maju sangat menghargai bioinformatics. Saya berharap Indonesia mulai memberi perhatian pada bidang ini,” ungkap mahasiswa yang sudah mempublikasikan lima paper selama belajar di tingkat doktoral ini.

David Agustriawan (Foto: istimewa)

Kategori
Tautan
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page