Cerita Ramadan di Taiwan
- Inda Karsunawati
- Jun 30, 2016
- 2 min read
Ramadan di negeri dimana Muslim bukanlah kaum mayoritas memberikan kesan tersendiri. Mulai dari durasi puasa yang sedikit lebih lama, lingkungan yang tidak sekondusif di Indonesia, dimana semua orang tahu bahwa kita berpuasa, hingga menu sahur dan buka yang tentu berbeda.
Jika di Indonesia kita biasa mendengar adzan sebagai peringatan dimulai dan berakhirnya puasa, tidak demikian dengan di Taiwan. Jadwal solat dan imsakiyah dari Taipei Grand Mosque, atau aplikasi waktu shalat menjadi andalan. Durasi puasa di Taiwan sedikit lebih lama dibandingkan di Indonesia. Imsak pukul 03:34, dan Subuh pukul 03:50. Sementara itu, matahari terbenam (waktu Maghrib) pukul 18:45. Ramadan tahun ini bertepatan dengan musim panas di Taiwan. Suhu di siang hari berkisar pada 30-40 derajat Celcius. Mengingat Indonesia, membuat kita bersyukur memiliki tanah air yang berada di kpistiwa sehingga perbandingan siang dan malamnya relatif sama.
Berpuasa di tengah lingkungan yang kebanyakan belum mengerti akan kewajiban kita untuk berpuasa di siang hari, cukup menantang. Selain pemandangan orang makan siang dimana-mana, kultur budaya yang bebas, pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman yang belum mengenal Islam juga menjadi bumbu pembeda rasa puasa di Taiwan dengan puasa di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan seperti "mengapa kalian berpuasa? hanya karena disuruh kah?" sampai pertanyaan sederhana "apa kalian tidak lapar tidak makan seharian?" memiliki probabilitas yang tinggi untuk ditanyakan.
Beruntung bagi yang memiliki teman Muslim di kampus. Ada yang diajak sahur, buka dan tarawih bersama. Bagi yang tidak, memang butuh effort yang lebih untuk tetap memaksimalkan ibadah di bulan Ramadan. Namun, di Taipei ada dua masjid yang bisa menjadi jujugan untuk sahur, buka dan tarawih berjamaah. Taipei Grand Mosque, di Daan District dan Taipei Cultural Mosque di ZhongZheng District. Keduanya menyediakan sahur dan buka puasa gratis dengan menu yang sangat terjamin. Di Taipei Grand Mosque, menu yang biasa disajikan adalah masakan Pakistan, sedangkan di Taipei Cultural Mosque, makanannya lebih variatif, dan kadangkala makanan Indonesia disediakan di sana.
Saya sendiri merasa beruntung berada di National Taiwan University of Science and Technology, di mana mayoritas mahaisiswa Indonesia belajar. Para mahasiswa Muslim mengadakan sahur bersama yang dikoordinir oleh Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan (Formmit). Setiap hari, ada lima sampai enam mahasiswa bertugas membagikan makan sahur kepada mahasiswa lain yang telah memesan menu sahur. Dengan membayar 350 NTD perminggu, mahasiswa sudah mendapatkan makan sahur lengkap dengan buah. Bahkan ada juga petugas piket yang membuatkan teh hangat untuk sahur.
Lain cerita dengan teman-teman Buruh Migran Indonesia (BMI) yang harus tinggal bersama majikan. Seperti yang dituturkan Etty Diallova, seorang BMI yang bekerja merawat orangtua. Setiap selesai memberi makan Ama (nenek) yang dirawatnya, seringkali ia diminta untuk makan siang. PIhak majikan tidak mengijinkannya berpuasa karena menilai puasa adalah hal yang aneh.
"Ketika mencoba menjelaskan, mereka justru mengajak berdebat. Akhirnya saya mengalah, memilih berpuasa secara diam-diam," ungkap Etty.

Suasana Buka Puasa di Taipei Grand Mosque (Foto: Inda Karsunawati)
Comments