top of page

Symposium PPI Asia-Oseania: Hubungan Bilateral Indonesia – Taiwan yang lebih baik dan pendidikan Ind



Symposium PPI Asia-Oseania yang dihelat oleh PPI Taiwan pada tanggal 23 dan 24 Maret 2017 di National Cheng Chi University membahas dua tema yang sangat penting, yaitu hubungan bilateral Indonesia-Taiwan dan pendidikan Indonesia. Acara symposium pada hari pertama dibuka secara resmi oleh Bapak

James T. Bintaryo, Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei didampingi Prof. Lin Tso Yu, Dean Office of General Affairs National Chengchi University (NCCU), perwakilan Global Worker Organization, dan Pitut Pramuji, Ketua PPI Taiwan. Dalam sambutannya, Bapak James T. Bintaryo memaparkan tantangan dan peluang perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global, serta strategi yang sudah dan akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk tetap mampu bersaing di pasar global, terutama di bidang ekonomi dan pariwisata, serta menarik minat investasi asing.



Acara juga dihadiri oleh Prof. Bruce Chih- Yu Chien, Negotiator Trade of Negotiations Executive Yuan, dan Prof. Makarim Wibisono, Duta Besar RI di PBB 2004-2007 yang saat ini menjabat Koordinator Europalia, yang juga merupakan keynote speaker dalam diskusi yang berfokus pada “Transformasi Hubungan Bilateral Indonesia-Taiwan di Bawah New South Bound Policy: Retrospeksi dan Prospek Kerjasama di Masa Mendatang”. Prof. Bruce Chih- Yu Chien memaparkan “The New South Bound Policy”, kebijakan baru pemerintahan Presiden Tsai untuk memperkuat hubungan Taiwan dengan negara-negara di Asia bagian selatan baik dari segi hubungan kerjasama ekonomi maupun pendidikan. Selanjutnya, Bapak Prof. Makarim Wibisono memaparkan tentang “One China Policy Conundrum: What Working Practices Can and Can Not Be Done Among Indonesia and Taiwan Officials”.


Symposium dibagi menjadi 3 diskusi panel. Diskusi panel pertama masih berfokus pada “One China Policy” bagaimana Indonesia dan Taiwan memanfaatkan peluang kerjasama yang ada tanpa mencederai hubungan diplomatik Indonesia dengan Tiongkok dibawah bayang-bayang kebijakan “One China Policy”. Diskusi menghadirkan Anggota Komisi 8 DPR RI Arief Suditomo, Prof. Ching-Lung Tsay, Professor Bidang Asia Study Tamkang University, sebagai narasumber dan Abdul Rosyid, pemenang call for paper. Ditekankan bahwa hubungan kerjasama antara Indonesia-Taiwan tidak semata-mata tergantung pada hubungan bilateral resmi antar pemerintah ataupun G to G (government to government), tapi juga bisa memanfaatkan peluang kerjasama B to B (business to business), maupun P to P (personal to personal).


Diskusi panel kedua menghadirkan Yanuar Fajari, Asisten Senior Bidang Investasi KDEI, Muhamad Lutfi Aljufri, Pemenang Call for Paper, serta Founder dan CEO Out of The Box Consultancy, Dr. Mignone Man-Jung Chan membahas “Trade and Investment Affairs: Prospect and Impediment”


Selanjutnya panel ketiga menghadirkan Julian Aldrin Pasha, Kepala Depatemen Ilmu Politik Universitas Indonesia yang merupakan mantan Juru Bicara Kepresidenan, Haryanto Gunawan, Konsultan Senior Elite Study of Taiwan, dan Paramitha Ningrum, Dosen Hubungan Internasional Binus University sebagai narasumber, dan Wilson Gustiawan, sebagai Pemenang Call for Paper. Diskusi yang mengangkat tema “Education Diplomacy: formulating a win-win program to maximize benefits for both countries” ini berfokus kepada bagaimana hubungan Indonesia – Taiwan bisa berkembang lebih baik di bidang pendidikan. Dalam kesempatan ini, peserta symposium menyampaikan bahwa perwakilan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan sangat dibutuhkan di Taiwan mengingat jumlah pelajar Indonesia di Taiwan bukanlah jumlah yang kecil, yaitu lebih dari 4300 orang dan diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dengan adanya “New Southbound Policy” dari pemerintah Taiwan yang memberikan kesempatan beasiswa yang lebih besar.


Symposium hari kedua tak kalah menarik, membahas “Enhancing ‘Mental Revolution’ in Indonesia’s Education Sector: Challenges in The 21st Century”. Acara dihadiri oleh Bapak Siswadi T. Sibero, wakil kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taiwan dan Yu-Chen Chiu, sebagai keynote speaker yang merupakan perwakilan menteri pendidikan Taiwan yang memaparkan pendidikan Taiwan semakin diakui secara global dan kesempatan kerjasama pendidikan antara Indonesia dan Taiwan.


Tidak berbeda dengan hari pertama, symposium hari kedua juga dibagi ke dalam 3 panel. Panel pertama membahas tentang “Problem Mapping of Indonesia’s Education Sector: Increasing and Expanding the Distribution of Indonesia Human Education Development Level” menghadirkan narasumber handal dan terpercaya, yaitu Bapak Ferdiansyah, SE, M.M, Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Bapak Arief Suditomo, S.H, M.A, Anggota Komisi VIII DPR RI, dan Bapak Dr.Ir. Erry Ricardo Nurzal, M.T, M.PA, Kepala Biro Perencanaan Kemenristekdikti. Dalam diskusi ini ditekankan bahwa diperlukan revolusi mental di bidang pendidikan untuk menyikapi isu-isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut bidang pendidikan. Generasi muda Indonesia tidak selayaknya hanya memikirkan kesuksesan diri sendiri, tapi juga turut memikirkan dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan penidikan Indonesia.


Sedangkan panel kedua membahas “Global and Regional Challenges: The Role of Education in Molding Indonesia’s Labor Force Against External Competition” menghadirkan Maria Indira Aryani (pemenang call for paper), Imdadun Rahmat, Ketua Komisi Nasional HAM Republik Indonesia, Akhyari Hananto-pendiri Good News From Indonesia (GNFI), Dr. Tubagus Iman Ariyadi S.Ag, M.Si, Walikota Cilegon, dan Paramitaningrum, alumnus pelajar Indonesia di Taiwan yang mengajar di Universitas Bina Nusantara. Diskusi ini berfokus pada bagaimana peran pendidikan Indonesia dalam menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing baik secara nasional maupun internasional.


Dalam pemaparannya, Maria Indira Aryani sebagai salah satu pemenang call of paper menjelaskan adanya ‘mismatch’ dalam pendidikan Indonesia dengan keahlian yang dibutuhkan di dunia kerja. Sementara Bapak DR. Imdadun Rahmat menjelaskan tentang pendidikan, kompetisi global dan perlindungan HAM bagi TKI.


Di kesempatan yang sama, Bapak Akhyari Hananto menekankan pentingnya kesiapan dalam menghadapi persaingan global, rasa percaya diri dan sikap kritis bagi kaum muda Indonesia di manapun berada, khususnya dalam menyikapi dan mengkritisi pemberitaan media-media yang ada.


Selanjutnya pada diskusi panel ketiga turut hadir Gilang Mukti Rukmana (pemenang Call for Paper), Nangkula Utaberta Ph.D, Presiden WARIS, dan Haris Kusworo, M.Si. yang merupakan peneliti dari Parameter Nusantara sebagai narasumber. Diskusi ini membahas bagaimana warga Indonesia yang berada di luar negeri turut bersumbangsih dalam pembangunan dan kemajuan Indonesia dan terus memupuk dan menjaga rasa cinta tanah air.


Acara simposium yang diselenggarakan oleh PPI Taiwan dan PPI Asia-Oseania ini dihadiri oleh delegasi PPI dari beberapa negara, yaitu Tiongkok, Thailand, Filipina, Malaysia, Australia, India, dan Korea, serta perwakilan PPI kampus di Taiwan. Tidak hanya berfokus pada symposium, panitia juga mengadakan “PPI Night” yang digelar di lantai enam Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia pada hari Rabu malam setelah symposium hari pertama selesai. Di kesempatan ini, PPI Taiwan memberikan penghargaan kepada Almarhum Bapak Arif Fadillah mantan kepala KDEI sebelumnya.




Kategori
Tautan
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page